Mencari Kesempurnaan

Oleh: Fathiyah Hakim S. (Angkatan 2012)

Dalam satu malam, aku terbangun dari tidurku tanpa adanya pengganggu apapun. Insomnia? Mungkin. Aku lihat suamiku masih tertidur pulas sedangkan sunyi masih menyelimuti malam di luar. Dengan berhati-hati aku mengambil gawaiku untuk melihat jam. Pukul 02.30, masih terlalu pagi untuk memasak sahur!

Aku pun pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan shalat tahajud. Setelah shalat witir, aku duduk terdiam sejenak. Refleksi diri saja sekalian, pikirku. Dalam benakku, aku yakin kalau aku tidak akan bisa tidur sampai sahur.

Di malam itu, entah kenapa, aku teringat tanggung jawab diriku di luar rumah. Riset, kuliah, dan keluarga. Aku ingat betul seluruh tanggung jawab dan ekspektasi yang semua orang berikan padaku. Ah, kalau mengingatnya saja aku sudah lemas. Dari semua ekspektasi itu, mereka pun menuntut aku untuk sempurna dalam semua urusanku. Jurnal Q1, mengajar kelas dan membawa anak-anak mendapat nilai rata-rata yang baik, evaluasi kurikulum yang tak habis-habis, dan teman-temanku yang menganggap aku ini shalihat jalan lurus. Belum lagi suamiku juga melihatku sebagai seorang istri yang sangat mumpuni! Menjadi seseorang yang perfeksionis hanya membuat semuanya menjadi lebih parah.

Rasanya orang-orang selalu menuntut dan menuntut. Kalau dipikir-pikir, tuntutan itu tidak akan berakhir sampai kita mati. Tapi kemudian, aku terhenti dalam pemikiranku.. apakah memang kita ini dapat mencapai sempurna?

Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dari segi fisik dan akal. Lalu, dengan segala kesempurnaan itu, kita akan diminta bertanggungjawab di akhirat nanti. Ya, kalau dipikir dengan nalar sih, wajar, kan? Maksudku, kamu dikasih semuanya sama Allah SWT, eh malah digunakan untuk hal-hal yang Allah SWT tak harapkan pasti aneh, bukan?

Dengan kesempurnaan itu, kenapa aku masih dituntut untuk sempurna? Kenapa aku menuntut diriku menjadi sempurna? Untuk apa? Sampai mana kesempurnaan yang aku cari itu sudah ‘sempurna’? Pikiranku terus menerus bertanya dan bertanya. Sampai aku berpikir! Ya ampun, kenapa kita minta dikatakan sempurna sama makhluk padahal yang memberi kita semuanya itu Allah SWT!

Manusia itu sudah sempurna. Allah SWT memberikan semua yang dibutuhkan untuk kita bertahan hidup sekaligus menjalankan fungsi kita sebagai Khalifah di bumi ini. Khalifah! Pemimpin! Allah SWT yang memberikan kita kesempurnaan, maka jelas yang harusnya kita kejar adalah kesempurnaan di mata Allah SWT. Seluruh upaya kita untuk bisa sempurna di hadapan makhluk tentunya akan sia-sia, kalau kita mengharap dipuji oleh mereka. Nihil.

Aku menutup mata sambil membayangkan apakah semua yang kulakukan sudah untuk Allah SWT atau sebenarnya untuk orang lain? Atau justru hanya untuk kepuasan diri sendiri? Jika Allah SWT tahu isi hati kita, aku malu! Jangan-jangan selama ini aku masih mengejar pandangan baik para makhluk? Jadi, seluruh upaya dan usahaku hanya sampai ke atmosfer dan dikembalikan lagi ke dalam bumi seperti gas ruang kaca? Tidak! Astaghfirullah.

Lekas aku menghela nafas dan beristighfar, sekaligus mengucap syukur. Malam itu aku sadar, kalau mencari-cari kesempurnaan di mata makhluk tidak akan pernah ada akhirnya. Ujung atau goal di akhirnya tidak akan pernah ada. Sedangkan saat kita lebih berharap pada Allah SWT, insyaaAllah akan ada waktunya saat kita meraih iman yang lezat. Sedikit demi sedikit, walaupun perjalanan ini masih panjang!

Ah, tenang diriku! Mungkin aku tidur saja lagi, istirahat sebentar sebelum waktunya masak sahur. Biarkan aku pejamkan mata saja sedikit! Biar–

“Sayang, kamu ngapain tidur di lantai?” Sahut suamiku tiba-tiba. Ia melihat jam di gawainya dan berkata, “udah setengah empat, masak sahur dulu sana.”

“Ih mas! Aku tuh baru banget bisa tidur!” Geramku sambil tetap berdiri. Eh iya, tidak boleh mengeluh. Niatkan saja untuk Allah SWT agar lelah selalu menjadi lillah.

Kalau kamu, mengejar kesempurnaan siapa?