
Resume kajian online
Materi: Manajemen Kematian
Pembicara: Ust. Khozin Abu Faqih, Lc.
Siapapun pasti akan mengalami kematian, cepat, atau lebih cepat lagi.
Kenapa harus ada manajemen kematian?
Manajemen itu intinya memulai dari akhir. Memulai dari apa yang kita inginkan di akhirnya.
Kehidupan di dunia menjadi barometer/alat ukur keselamatan kita di alam selanjutnya.
Ketika baru lahir, “ruh” kita yang mendominasi tubuh karena fisiknya masih belum sempurna. Hal ini yang menyebabkan seorang bayi masih suci.
Ketika fisik mulai tumbuh menjadi sempurna, terjadi tarik-menarik antara “ruh” dan “fisik”. “Ruh” mengajak kepada Allah sedangkan “fisik” yang terkadang menghambat ajakan kepada Allah.
“Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS At-Taubah: 24)
Ayat di atas mengabarkan tentang orang yang malas berjuang.
Jika ingin selamat, kita harus mengendalikan ruh kita agar tetap berjalan kepada Allah. Agar ketika meninggal, kita dipanggil sebagai “Jiwa-jiwa yang tenang”.
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS Al-Fajr: 27-30)
Jika kematian tidak menyenangkan, minimal, kita bisa mengusahakan agar kematian kita tidak menyedihkan, tidak menakutkan.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’d: 28)
Saat meninggal dunia, inginnya seperti apa?
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.”” (QS Al-Munafiqun: 10)
Jangan sampai seperti mereka yang menyesal saat kematiannya hingga meminta penundaan kematian untuk bersedekah. Jangan sampai ada penyesalan tiada tara saat ajal menjemput.
Kehidupan bila tidak terarah ke visi hidup kita yang sudah ditentukan Allah, akan sia-sia.
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan bahwa ada seorang anak yang sedang disusui ibunya. Kemudian si ibu melihat seorang laki-laki berpenampilan menawan dan sedang berkendara. Si ibu tertarik kepadanya dan berdoa agar anaknya bisa seperti laki-laki tersebut. Tapi kemudian si anak melepaskan susuannya dan berdoa agar Allah tidak menjadikannya seperti lelaki tersebut.
Kemudian, si ibu melihat seorang budak wanita yang sedang diseret-seret oleh orang-orang dan dituduh telah berzina dan mencuri sambil berucap, “Cukuplah Allah sebagai penolongku dan Dia sebaik-baik pelindung.” Si ibu lalu berdoa agar Allah tidak menjadikan anaknya seperti perempuan tersebut. Si anak pun kembali melepaskan susuannya dan berdoa agar Allah menjadikannya seperti perempuan tersebut.
Ternyata laki-laki pertama yang dilihat ibunya adalah seorang laki-laki yang sombong. Sedangkan wanita yang dilihatnya adalah wanita yang bertakwa yang sedang difitnah.
Dari riwayat hadits di atas, kita tidak boleh mengambil visi hidup berdasarkan penilaian manusiawi semata.
“Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.”” (QS Yusuf: 101)
Visi hidup: Wafat dalam keadaan muslim.
Kita harus fokus kepada visi tersebut agar semua yang kita miliki bisa dikerahkan untuk mencapainya. Keimanan kita harus dijaga dengan sebenar-benar takwa.
“Dunia itu penjara bagi mukmin dan surga bagi orang kafir.”
Bukan berarti orang mukmin itu melarat di dunia. Betapapun sengsaranya mukmin di dunia, ketika di akhirat, Allah bisa memasukkan mukmin ke dalam surga.
Penjara atau surga bukan menjadi ukuran enak atau tidaknya seseorang di dunia. Penjara itu maksudnya menahan nafsunya, syahwatnya. Tapi, di akhirat akan diberi balasan dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya. Yang dilarang di dunia pun dibolehkan di akhirat.
Sementara orang kafir, dunia ibarat surga. Apapun bisa dan sudah dia lakukan karena merasa tidak ada aturan. Namun, ketika meninggal, dia akan masuk ke neraka. Yang bahkan ketika meminta minum, akan diberikan minuman yang sangat panas.
Inti ramadhan adalah menahan diri dari yang membatalkan puasa. Rata-rata berkaitan dengan urusan perut dan urusan yang ada di bawahnya. Inilah nafsu dan syahwat kita yang harus kita tahan.
Manfaat manajemen kematian:
Kita akan menjadi optimis akan kehidupan kita. Karena kita berjalan menuju Allah, kita manfaatkan situasi dan kondisi sebagai bentuk penghambaan. Bisa kita tambahkan ke dalam visi hidup kita.
Visi: Wafat sebagai muslim dan dalam keadaan berjuang di jalan Allah.
Apakah rizki dan segala kesempatan yang diberikan oleh Allah bisa menjadi alat bantu dalam mencapai visi tersebut?
Barangsiapa memohon kepada Allah untuk mati syahid, maka Allah akan sampaikan kita, meskipun kita meninggal di atas tempat tidur.
Karena itu, teruslah berjuang di jalan Allah dan bergabung dalam barisan kebaikan. Jangan berjuang sendirian.
Tanya jawab:
1. Bagaimana menyikapi ketakutan yang berlebihan dengan kematian? Masih khawatir karena merasa amal baiknya belum maksimal.
Ketakutan itu manusiawi. Al-Qur’an memberi solusi. Kematian itu urusan Allah. Kapan kita meninggal, hanya Allah Yang Tahu. Maka, tidak ada gunanya takut. Minta perlindungan kepada Allah dari keburukan makhluk Allah.
Sesuatu yang sudah pasti, untuk apa ditakutkan? Misal, ini hari Selasa. Takut atau tidak takut, ya ini hari Selasa.
Semoga kekhawatiran akan tidak maksimal amal itu adalah tanda ketakwaan kita yang membuat kita semakin dekat dengan Allah.
2. Seperti apa ciri-ciri wafatnya orang shaleh?
Ciri wafatnya orang shaleh, tidaklah terlalu penting. Kondisikan diri untuk selalu melakukan amal kebaikan. Dan berharap Allah memanggil kita saat melakukan amal kebaikan.
Jangan anggap orang yang mati dalam keadaan terhinakan itu adalah orang yang jahat. Bisa jadi, orang yang kita anggap jahat, sebenarnya adalah orang shaleh.
Kisah saat pemerintahan Sultan Murad:
Ada orang yang memborong khamr dan mem-booking semua tempat hiburan. Orang-orang mengira dia adalah pemabuk dan pezina.
Ketika meninggal, tidak ada yang mengurus jenazahnya karena menganggap dia pendosa.
Suatu ketika, Sultan Murad menyamar sebagai rakyat biasa dan berkeliling. Beliau melihat orang tergeletak di jalan tapi tidak dihiraukan oleh orang-orang di sekelilingnya. Sultan Murad dan ajudannya menggotong jenazah itu dan membawanya ke rumah si jenazah.
Ditemuilah istrinya. Istrinya menceritakan amal kebaikan suaminya yang membuat orang-orang kehabisan khamr dan tidak adanya kegiatan hiburan malam. Sultan Murad pun menangis. Jenazah orang shalih itu pun dishalatkan oleh banyak orang keesokan harinya.
3. Beda nekat dan takut mati? Bolehkan pergi haji dengan niat mati di Mekkah/Madinah?
Nekat dan berani mati itu beda. Nekat mati itu sama saja dengan bunuh diri. Berani itu menyiapkan perbekalan. Para sahabat ketika akan berperang pun mempersiapkan segala hal untuk menang, bukan untuk mati.
Tidak boleh berangkat haji dengan niat mati.
4. Bagaimana jika kita biasa saja/tidak was-was terhadap kematian, tapi kita mempercayai dan yakin bahwa kematian itu ada?
Kalau tidak was-was dalam artian terus melakukan kebaikan, itu bagus. Jika tidak, itu bahaya. Jangan-jangan hatinya sudah mati.
5. Dalam me-manage kematian yang husnul khatimah, ada ujian. Bagaimana agar tidak sampai seperti hadits arbain ke-4 (ada di antara kita yang sepanjang hidupnya melakukan amalan penghuni surga namun di akhir kehidupannya melakukan perbuatan penghuni neraka, dan sebaliknya)?
Hadits ini kita yakini sebagai kebenaran.
Dalam rahim ibunya, sudah ditentukan apakah dia orang celaka atau bahagia. Karena kita tidak tahu kita masuk yang mana, maka jadilah seperti Rasul dan sahabat yang terus berupaya menjadikan diri sebagai orang shaleh dengan melakukan kebaikan-kebaikan, perbanyak istighfar.
Kita berprasangka baik kepada Allah, agar Allah wafatkan kita dalam husnul khatimah.
Hadits itu membuat kita berhati-hati agar kita mematuhi rambu-rambu perjalanan hidup kita. Seperti, membaca risalah al-ma’tsurat yang mengingatkan kita akan Allah di pagi dan petang. Sebelum masuk kamar mandi, kita berdoa. Jika Allah takdirkan kita meninggal di kamar mandi, semoga Allah menghitungnya sebagai meninggal dalam kebaikan.
Wallahu’alam bis shawab. Semoga bermanfaat.