
Tepat hari ini kita sudah memasuki 10 hari terakhir di bulan Ramadan 1441 H. Patutlah kita bersyukur telah Allah anugerahkan kesempatan untuk merasakan indahnya Ramadan di tengah wabah yang melanda seantero dunia. Kelak semoga Allah menakdirkan kita mengecap manisnya lailatul qadr yang akan menjadi sebahagian tema tulisan ini. Insya Allah.
Adalah lailatul qadr yang Allah sebutkan dalam firmanNya yang berbunyi
فِيۡهَا يُفۡرَقُ كُلُّ اَمۡرٍ حَكِيۡمٍۙ. اَمۡرًا مِّنۡ عِنۡدِنَ
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar dari sisi Kami,…”
(QS Ad Dukhan (44): 4-5)
Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata: “Dari induk kitab (Lauh Mafuzh), dicatatlah pada malam lailatul qadr tersebut apa-apa yang terjadi dalam setahun, baik soal kematian, kehidupan, rizqi, hujan, hingga soal siapa yang pergi haji tahun itu”.
Mari kita simak hadits berikut yang diriwayatkan oleh sahabat nabi yang sama, Ibnu Abbas.
“Suatu ketika Nabi SAW bercerita tentang hamba Allah yang begitu besar amalnya di masa lalu, yaitu Syam’un Al-Ghazi yang diberikan kekuatan untuk beramal puasa dan sholat malam serta berjihad di jalan Allah sepanjang waktu 1000 bulan …
Ketika Rasulullah selesai menceritakan kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang berjuang fisabilillah selama 1000 bulan, para sahabat menjadi terharu dan bertanya tentang besarnya pahala yang didapat Syam’un Al-Ghazi tersebut. Rasulullah SAW tidak berani menjawab tentang besarnya pahala yang diterima seseorang karena itu merupakan hak Allah SWT sepenuhnya. Salah satu sahabat nabi berkata :
“Ya Rasulullah, kami ingin juga beribadah seperti nabiyullah Syam’un Al-Ghazi AS. Kemudian Rasulullah SAW, diam sejenak. Kemudian Malaikat Jibril datang dan mewahyukan kepada beliau, bahwa pada bulan Ramadhan ada sebuah malam, yang mana malam itu lebih baik daripada 1000 bulan.”
Terkait sahabat Rasul yang sama, yang juga merupakan putra paman termuda beliau Abbas bin Abdul Muthalib, beliau bernama Abdullah yang lahir 3 tahun sebelum hijrah. Beliau merupakan salah seorang sahabat nabi yang tumbuh besar dalam lingkungan keimanan dan belajar langsung dari Rasulullah SAW. Ketika lahir, sebelum Abdullah menyusu kepada ibunya, Ummu Fadhl yang merupakan wanita kedua yang masuk Islam setelah Khadijah, beliau sudah didoakan Rasul “Ya Allah, ajarilah ia hikmah, pahamkanlah ia urusan agama, dan ajarilah ia takwil.”
Terdapat sebuah hadits terkenal yang diabadikan pada kitab karangan Imam Nawawi yaitu kitab Hadits Arba’in.
عَنْ أَبِي العَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا قَالَ كُنْتُ: خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً فَقَالَ لِي: (( يَا غُلاَمُ! إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ باِللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ )) رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَقَالَ: (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ ))، وَفِي رِوَايَةِ غَيْرِ التِّرْمِذِيِّ: (( اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ، وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَم يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ، وَأَنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْراً )).
Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Pada suatu hari aku pernah berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, ‘Wahai anak muda! Sesungguhnya aku akan mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika engkau mau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau mau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah. Ketahuilah apabila semua umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya mereka pun berkumpul untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak dapat membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena-pena (pencatat takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran (catatan takdir) telah kering.’” (HR. Tirmidzi, dan ia berkata bahwa hadits ini hasan shahih).
Dalam riwayat selain riwayat Tirmidzi, “Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah di saat senang, niscaya Allah mengenalmu di saat susah. Ketahuilah, bahwa apa saja yang luput darimu, maka tidak akan pernah menimpamu. Dan apa yang menimpamu, maka tidak akan pernah luput darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran, kelapangan itu bersama kesulitan, dan bersama kesulitan itu ada kemudahan.”
[HR. Tirmidzi, no. 2516; Ahmad, 1:293; Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 14:408. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].
Hadits ini terekam dalam memori beliau padahal kala itu beliau masih kecil, yang kemudian hadits ini kelak populer kita jumpai di kalangan umat Islam.
Seiring berjalannya waktu, berpulanglah Rasulullah kepada Rabbnya. Kala itu, ia yang masih remaja belum genap berusia 16 tahun sangat terpukul layaknya kaum muslimin lainnya. Ibnu Abbas pun tetap berpegang teguh dengan Islam pada masa kekhalifahan Abu Bakr, ‘Umar, Utsman, ‘Ali hingga menghembuskan nafasnya untuk yang terakhir kali. Tercatat dalam sejarah, pada perseteruan ‘Ali dan Muawiyah terkait kekhalifahan, Ibnu Abbas memihak ‘Ali dan mendampinginya pada Perang Shiffin dan perang-perang lainnya.
Sekalipun ketegangan politik antara Ibnu Abbas dan Muawiyah terus berlangsung, ketika Muawiyah memimpin, beliau tetap dihargai dan dihormati serta dimuliakan Muawiyah karena kedalaman ilmu, keluasan pemahaman, dan keluhuran akhlaknya sehingga orang-orang menjulukinya Al-Bahr, lautan.
Suatu ketika Kaisar Romawi menulis surat kepada Muawiyah, “Salam sejahtera kami sampaikan kepada Anda. Kami mohon kiranya Anda memberitahukan kepada kami apa ucapan yang paling disenang oleh Tuhan Allah, kedua, ketiga, keempat, dan kelima?
Siapa hamba yang paling mulia dan wanita yang paling mulia bagi-Nya?
Apa empat perkara yang di dalamnya terdapat roh, tetapi tidak bersemayam dalam rahim?
Kubur manakah yang berjalan sambil membawa penghuni kuburnya?
Di manakah tempat di muka bumi yang tak terbit (terkena cahaya) matahari kecuali sekali?”
Muawiyah dibuat pusing dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. la tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Meskipun demikian, Muawiyah juga tetap berpikir dan mencari jalan keluarnya. Belum ada satu orang pun yang dapat menjawabnya sejauh ini.
Tidak lama kemudian ia teringat dengan Ibnu Abbas. yang terkenal akan kedalaman ilmunya. Oleh karena itu, ia segera mengutus seseorang untuk memanggilnya.
Ketika Ibnu Abbas telah berhadapan dengan Muawiyah, ia diserahi surat dari Kaisar Romawi untuk dimintai pendapatnya. Ibnu Abbas pun segera membaca dan memahami isi surat dari Kaisar Romawi tersebut. la tersenyum memandang surat itu, lalu dengan mudah Ibnu Abbas menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh Kaisar.
“Apa ucapan yang paling disenangi oleh Tuhan Allah, kedua, ketiga, keempat, dan kelima? Ucapan yang paling disukai Allah SWT adalah La ilaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah). Tidak akan diterima suatu amal perbuatan tanpa landasan kalimat itu. Itulah ucapan yang menyelamatkan. Kedua adalah Subhanallah (Mahasuci Allah), ucapan ini adalah cara shalat seluruh makhluk Allah. Ketiga adalah Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah), ucapan syukur. Keempat adalah Allahu Akbar (Allah Maha besar), yaitu ucapan pembuka semua shalat, sujud, dan ruku’. Kelima adalah La haula wala quwwata illa billah (Tidak ada kekuatan selain dari Allah).”
Ibnu Abbas menjawab pertanyaan berikutnya, “Siapa hamba yang paling mulia dan wanita yang paling mulia bagi-Nya? Hamba yang paling mulia adalah Adam AS. yang diciptakan dengan tangan-Nya dan Dia mengajarinya nama-nama semua yang ada. Adapun wanita yang paling mulia adalah Maryam, wanita suci.”
Kemudian pertanyaan berikutnya, “Apa empat perkara yang di dalamnya terdapat roh, tetapi tidak bersemayam dalam rahim? Empat hal yang tidak berasal dari rahim adalah Adam AS, Hawa RA, Tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular, dan domba kurban Nabi Ibrahim AS penebus Ismail As atau unta Nabi Shalih.”
Berikutnya, “Kubur manakah yang berjalan sambil membawa penghuni kuburnya? Kubur itu adalah perut paus yang di dalamnya terdapat Nabi Yunus AS.
Terakhir, tempat yang hanya sekali disentuh matahari adalah lautan yang terkuak untuk Nabi Musa AS sehingga bisa dilalui Bani Israil (ketika dikejar Fir’aun dan tentaranya).
Begitu luas dan dalamnya ilmu beliau serta semoga kita dapat meneladani akhlak seorang ulama dan umara yang tetap saling menghormati meskipun hubungan politik mereka dapat dikatakan kurang akur.
Beliau sangat dikenal karena taqwa, wara, dan ibadahnya. Beliau akan meledak tangisnya ketika membaca firman Allah di surah Qaf (50) ayat 19 yang berbunyi
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ ٱلْمَوْتِ بِٱلْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”.
Bagaimanalah dengan kita yang membaca kalamullah saja masih enggan dan terbata pula.
Terekam dalam sejarah pula, Ibnu Abbas pernah tak sepemikiran jalan dengan salah satu sahabat nabi yang bernama Zaid bin Tsabit tentang bab warisan. Namun, lagi-lagi akhlak mereka berdua benar-benar mengagumkan serta dapat kita jadikan uswah melalui kisah berikut.
Selepas menshalati jenazah sang ibunda, Zaid bin Tsabit pulang dengan menaiki bighãl. Saat akan menunggangi kendaraannya, sepupu Rasulullah, Ibnu Abbas, tiba-tiba menghampiri lalu memegang tali kendali tunggangan tersebut. Ibnu Abbas hendak menuntunnya sebagai bentuk penghormatan. Zaid merupakan sahabat cerdas yang pada zaman Rasulullah dipercaya sebagai penulis wahyu. Ia adalah sekretaris pribadi Nabi yang keulamaannya diakui di Madinah. Zaid bin Tsabit yang merasa sungkan diperlakukan demikian pun bertutur sopan, “Kau menuntun kendaraanku wahai sepupu Rasulullah? Lepaskanlah, wahai anak paman Rasulullah!”, “Beginilah Rasulullah menyuruh kami memperlakukan ulama,” jawab Ibnu Abbas. Bagi Ibnu ‘Abbas, orang biasa seperti dirinya sudah sepantasnya menghormati sahabat selevel Zaid. Sontak, Zaid pun turun dan mendekat lantas mencium tangan Ibnu Abbas lalu berkata “Beginilah kami diperintah dalam memperlakukan keluarga Nabi.”

Adalah Ibnu Abbas yang pada usia senjanya memutuskan untuk menepi ke Taif sebuah kota yang sejuk berada di dataran tinggi sekitar 85 km dari Makkah, yang mana Taif adalah kota tempat Rasulullah mendapat reaksi keras atas dakwahnya hingga dilempari batuan sepanjang jalan, karena bagi Ibnu Abbas, Madinah dan Makkah terlalu suci bagi orang seperti dirinya. Demikianlah beliau wafat di usia 81 tahun pada 78 H dan dimakamkan di kota Taif pula. Baginya, dimakamkan di tanah di mana 11 syuhada sahabat Nabi syahid dalam Perang Hunain di Thaif adalah kehormatan tertinggi. Dan kelak, di dekat makamnya dibangunlah sebuah masjid oleh penerusnya yang dinamai Masjid Abdullah bin Abbas pada 592 H yang dilengkapi dengan perpustakaan yang diberi nama selaras, seakan mengingatkan kita akan warisan ilmunya kepada kaum muslimin.
Semoga dari sekelumit kisah Ibnu Abbas, kita dapat mengambil hikmah, menyiapkan diri menyambut lailatul qadr, serta memperbanyak bekal untuk bertemu Rabb kita Allah Azza Wa Jalla.
Sebagai penutup, mari kita renungi narasi samudera ilmu ini
“Allah has guaranteed for the one who reads the Qur’an and follows what is in it, that he will not go astray in this world, nor will he be distressed and miserable in the hereafter.” – Ibn Abbas
مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu luang”.
(HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Semoga Allah mengampuniku yang masih berlumur dosa dan sungguh tiada bandingannya dengan sesiapa yang kisahnya ditulisnya
Wallahu a’lam bisshowwab
Catatan:
foto-foto merupakan dokumen pribadi, Taif 11 Februari 2020
Foto 1: bagian dalam masjid Ibnu Abbas
Foto 2: bagian luar maktabah/perpustakaan Ibnu Abbas
-al faqiir
Asri Nur Chiquita (angkatan 2008)