Balada Corona dan Kelas 12

Oleh: Fathiyah Hakim S. (Angkatan 2012)

Aku mengambil gawaiku dan melihat isi chat LINE yang mulai ramai. Pengumuman SNMPTN Undangan. Semua teman-temanku yang diterima langsung mengunggah foto mereka di Instagram atau beberapa saling beritahu di Twitter mereka. Aku? Tidak kok. Dari awal saja aku tidak masuk ke dalam list anak yang bisa dapat undangan.

Halo, aku Ratna. Aku adalah anak kelas 12 yang lulus via jalur Corona, kata orang-orang. Ya, sebenarnya pandemi COVID-19 ini terjadi pas sekali saat aku sudah tidak perlu banyak belajar di sekolah. Kalian tahu, lah, kebiasaan di kelas 3 SMA? Ya, hanya Try Out UN yang diulang-ulang dan persiapan SBMPTN Tulis. Tak beda dengan teman-teman yang lain, aku si anak introvert, justru senang dengan UN yang ditiadakan. Imbasnya, bimbel-ku pun jadi via online.

Pukul 07.00, setelah aku sarapan, aku izin pada ibuku untuk membuka laptop. Untuk apa, kamu tanya? Siap-siap kelas bimbel tentunya! Bimbingan belajar a.k.a bimbel tetap jalan karena sampai sekarang pun belum ada kejelasan tentang ujian tulis. Aku menyiapkan segala jenis kertas-kertas persiapan ujian di mejaku sambil melihat-lihat chat LINE kelas bimbelku.

“Lo masih di sini aja, Citra! Lo, kan, udah lulus Undangan”
“Ih gue bingung tau mau ngapain di rumah.. udah bosen juga bersih-bersih. Males banget”
“Eh guys, hari ini bio kan, ya?”
“Salah wey, harusnya mat”
“Ah ndre, lo dateng-dateng masih aja nanyain pelajaran”
“Eh eh, udah ada nih invite kelas Zoom nya”
“Bentar, gue masih nyari koneksi nih”
“Cepet, ndre”

Aku mengerjakan soal yang diberikan kelas bimbelku sesaat setelah aku berhasil masuk kelas Zoom.

“Jadi hari ini ada satu set soal, kerjakan 20 menit ya. Matematika. Kalau sudah nanti kita bahas,” sahut guru bimbelku di balik layar. Aku mengerjakan dengan sungguh-sungguh, bersamaan dengan temanku yang lain di kelas. Hari itu aku mengikuti dua pelajaran sampai pukul 11.30. Ya, keseharianku seperti itu. Tapi, bukan kelas 12 tentunya kalau tidak ada drama.

Sebagai informasi buat kakak-kakak yang tidak tahu, tahun ini ujian tulisnya kembali ke sistem sebelumnya yang langsung pilih jurusan, tapi! Ya, ada tapinya. Tes kami hanya berdasarkan TPS atau sering dikenal sebagai TPA dan Bahasa saja. Betul, jadi sikut menyikut IPA dan IPS untuk pilih jurusan sedikit kurang greget gitu.

Okay, kembali lagi.
Baladaku saat COVID 19 adalah menjadi mediator pertikaian sahabat. Dan… baru saja aku mengungkapkan hal ini, temanku si Lia sudah aktif di LINE.

“Na!!! Gimana dong, si Bintang belum jawab gue sampe sekarang!!!”

Aku menghela nafas saat Lia tiba-tiba mengirimkan bukan hanya satu pesan, tapi puluhan. Satu-satu pesannya aku baca. Bintang dan Lia adalah dua sahabat akrab yang sebelum pandemi menyerang selalu kemana-mana bersama. Mereka berdua daftar SNMPTN Undangan untuk jurusan yang berbeda. Saat itu Bintang berkata pada Lia, “Pokoknya nanti kalau ada yang keterima jangan sombong taruh-taruh di Twitter ya!”

Qadarullah, Lia keterima dan Bintang… hmm.. sepertinya tidak karena dia menghilang tanpa kabar.

“NAA!! PARAH! KOK LO CUMAN READ?”

Okay, balik menjadi mediator.

“Tadi gue lihat akun twitter nya di-deactivate. Tweet dia tentang yang ‘jangan sg di IG kalau keterima karena kasian sama yang engga’ jadi gatau kemana”
“Iya?! Gue belum liat. Si Bintang emang punya tekanan gede banget sih dari ortunya. Tapi!!!”
“Iya iya. Gue tau lo khawatir. Bisa dihubungin ga? Kan pengumuman baru tadi, Liii”
“Ga bisaaa. Gue sampe tanya ke Gilang sama Rani tau! Mereka aja bilang dari pagi LINE nya Bintang ga ada aktivitas. Lo sendiri gimana?”
“Ga di-read. Ya udah, kasih waktu aja dulu. Biarin dulu Bintang mencerna situasinya. Bisa jadi dia lagi gamau ngomong sama siapa-siapa?”
“HUFT. Ya udah. Gue kerjain yang lain dulu. Pokoknya kabarin ya kalau ada update!”
“Yo.”

Aku pun menutup LINE-ku dan kembali fokus pada soal-soal Ujian Tulis yang ada di mejaku. Sesekali ibuku akan mengingatkanku untuk makan, dibarengi dengan adikku yang masih TK menggangguku, tapi aku tidak ingin berhenti belajar. Aku sebenarnya ada di posisi yang mirip dengan Bintang. Orang tuaku tegas, kalau tidak kuliah di PTN, satu-satunya pilihan swastaku adalah swasta dekat rumah. Bintang? Ia lebih tegas lagi orang tuanya. Kalau Bintang tidak diterima di PTN, ia tidak bisa kuliah tahun ini. Tidak ada ruang untuk negosiasi.

Hari pun berganti, tiba-tiba di pagi hari saat aku baru saja mau bersiap untuk bimbel, Bintang muncul di chat LINE aku.

“Na, maaf ya.”
“Lah, kenapa Bin?”

Selang lima menit, kelas mulai dan aku pun meletakkan gawaiku. Sampai akhirnya kelas selesai, Bintang belum membalas pesanku lagi. Di sisi lain, aku melihat twitter Lia.

“Apapun yang terjadi, bukankah pertemanan itu jauh lebih berharga dari sebuah kata ‘aku lolos’?”
“Jujur, sedih banget dengan adanya corona ini, kalau ada masalah harus mau gamau lewat LINE/IG/WA/Telpon. Lalu kalau ga diangkat atau dibales harus gimana?”
“Ga bisa kayak sebelum-sebelumnya datengin rumah temen ini, ga bisa tau bener-bener isi hati orang karena ga ketemu langsung”
“Ga bisa asal ajak main terus tanya, ‘lo kenapa?’ Kayak dulu. Di saat kayak gini, paling penting buat tetap in touch sama temen terdekat kalian”
“Gapapa sedih, gapapa kecewa, gapapa marah, semuanya alamiah dan udah naluri manusia. Semuanya emosi yang wajar apalagi kalau kita ga dapet apa yang kita inginkan”
“Tapi tolonglah, jangan hilang. Jangan terlalu lama menutup diri. Jangan jadikan teman dekatmu yang selalu kamu jadikan tempat cerita justru kebingungan”
“Gue juga pingin tau masalah lo. Gue pingin jadi support system lo di saat kayak gini. Apapun itu, jangan ilang #edisibijak”

Dan tiba-tiba, “LINE”

“Gue liat tweet nya Lia. Maaf ya Na, lo udah repot ya ngurus gue sama Lia.”
“Lo kenapa, Bin? Kenapa harus minta maaf?”
“Iya, gue stres banget kemarin pas ga dapet. Terus kan gue sempet bilang jangan sg atau tweet nyombong”
“Terus???”
“Ya terus gue sadar, itu kan kebahagiaan orang lain ya? Kenapa gue batas-batasin?”
“Gimana sekarang perasaan lo?”
“Gue ngerti sebenernya Lia khawatir sama gue. Jadi, ini gue mau hubungin Lia lagi. Gue ngerasa sikap gue beberapa hari ini ga bener sih.”
“Bentar, bentar”

Dalam sekejap aku masukkan Lia dalam chat LINE-ku dengan Bintang. Dalam hitungan detik juga, Lia langsung heboh.

“BINTANG! YA ALLAH!”
“Hai Li. Ini Bintang bilang dia kangen sama lo”
“Ih apa sih, Na. Engga engga. Gue cuman ngerasa bersalah aja. Gue udah liat tweet lo, Li. Maafin gue ya. Jujur gue ngerasa dapet pressure gede banget dari ortu gue. Sedih banget gue ga dapet Undangan. Takut gue. Kalau besok Tulis juga ga dapet nanti gue kuliah gimana? Saking takutnya, gue sampe ga bisa liat berita bahagia lo dan temen-temen lainnya.”
“BINTANG! Ih masih ada kesempatan, makanya ayo belajar lagi. Kalau ada yang butuh dibantu kan bisa gue bantu! Jangan diem aja. Gue khawatir parah. Gue kira lo kenapa.”
“Ya sudah, gue off yak.”
“Na, makasih udah mau dengerin curhatan gue yang super neror setiap hari yak. Bin, lo juga udah repotin Ratna”
“Apasih kalian. Biasa aja kali. Solat Zuhur dulu sana biar doa didenger sama Allah.”
“Iya iya. Ratna Alim. Ciao!”
“Makasih banyak, ya, udah ngasih tau kabar Lia ke gue juga, Na. Siang.”

Dan… selesai. Hah. Capek juga jadi penengah.
Ngomong-ngomong takdir… aku juga merasa Coronavirus-19 ini takdir dari Allah SWT. Dan, walaupun ini adalah pandemi yang besar, yakin juga kalau misalkan Allah punya sisi baiknya. Mediator ini akan kembali belajar agar dapat jurusan yang diinginkan di tahun 2020 ini. Bismillah, doakan ya kak! Ingat:

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS Al-Insyirah: 6)

Jangan menyerah, Allah SWT selalu ada untuk hamba-Nya. Sampai nanti!