
Ada begitu banyak kenangan selama menjadi pengurus Rohis 28 yang masih tersimpan hingga saat ini. Berikut adalah 5 hal yang dirindukan oleh kami (khususnya saya-red) yang dahulu menjadi pengurus Rohis 28 tahun kepengurusan 2006-2007.
1.MBR 28
Yup, MBR aka Masjid Baiturrahman adalah masjid dengan berjuta cerita. Bentuknya kini tentu jauh berbeda dengan MBR 28 yang sudah mengalami renovasi total.
MBR 28 saat kami bersekolah dulu, terdiri dari dua lantai. Lantai atas khusus untuk jama’ah laki-laki dan lantai bawah untuk jama’ah perempuan. Kedua lantai ini terpisah total. Tidak ada “lubang penghubung” antar lantai seperti masjid lain pada umumnya. Akses pintu masuknya pun terpisah. Jadi, yang berada di lantai atas tidak dapat mengintip ke lantai bawah, begitu pula sebaliknya.
Selain untuk salat, lantai bawah sering menjadi tempat para siswi untuk mengobrol, belajar bersama, atau sekedar “meluruskan kaki” melepas penat. Lantai bawah MBR 28 sangat sejuk karena didukung oleh beberapa buah AC yang senantiasa menyala. MBR 28 menjadi salah satu masjid yang “mewah” di mata kami. Jumlah AC-nya banyak dan membuat badan (dan hati) terasa sejuk dan nyaman.
Jika berbicara tentang MBR 28 pada saat itu, bagian masjid yang menjadi ikon MBR 28 adalah sebuah tangga besar di depan masjid. Tangga ini menuju ke pintu masjid bagian atas. Tempat ini biasanya menjadi tempat para siswa laki-laki untuk nongkrong saat jam istirahat atau saat pertandingan sekolah (tangga masjid langsung berhadapan dengan lapangan bulu tangkis sekolah-red). Tangga ini pula yang sering dijadikan tempat berfoto para pengurus Rohis 28 untuk buku tahunan. Legendaris sekali rasanya jika memiliki foto di tangga ini.
Ohya, di kepengurusan kami juga ada momen tak terlupakan yang terjadi di MBR 28. Saat kami sedang rapat di lantai atas, papan hijab yang menjadi pembatas antara pengurus laki-laki (ikhwan) dan perempuan (akhwat) roboh ke arah ikhwan. Hijab itu menimpa kepala salah seorang ikhwan yang kemudian berteriak mengaduh cukup keras. Saya dan akhwat lainnya langsung berlarian keluar dari lantai atas sambil menunggu hijab dibereskan kembali oleh para ikhwan. Dari luar masjid, terdengar para ikhwan tertawa dengan geli atas kejadian itu. Kami yang menunggu di luar pun ikut tertawa karena baru kali ini hijab bisa roboh saat rapat. Entah tersenggol oleh siapa. Beberapa dari kami mengingat peristiwa ini dengan judul “Tragedi Robohnya Hijab Kami” 😀
2.Soto Lamongan Masjid Assalam
Hari Sabtu adalah hari khusus kegiatan ekstrakurikuler, tidak ada kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kantin sekolah biasanya tutup. Kami yang kelaparan, biasanya mencari makan di sekitar Masjid Assalam yang terletak di belakang sekolah. Ada beberapa pedagang makanan yang berjualan di sana. Yang sering diincar oleh kami (khususnya akhwat) adalah mie ayam dan soto lamongan.
Mie ayam saat itu harganya masih Rp3.500,00 per mangkuk. Soto lamongan harganya agak lebih mahal sedikit, yaitu Rp5.000,00 per mangkuk, sudah termasuk nasi. Soto lamongan adalah yang paling kami rindukan karena porsinya memang sangat mengenyangkan 😀
Sejauh ini, saya pribadi belum menemukan pedagang soto lamongan yang rasanya persis seperti soto lamongan Masjid Assalam. Kabarnya, bapak pedagangnya pun sudah tidak berjualan lagi di sana. Duh, kalau ada yang ngidam soto lamongan Masjid Assalam, sepertinya tidak bisa dituruti lagi 🙁
3.Plasma 28
Ada dua acara besar Rohis 28 yang dilaksanakan di luar kota, yaitu Tafakur Alam dan Pelatihan Keislaman (Plasma). Acara Tafakur Alam bisa diikuti oleh seluruh siswa 28, sedangkan Plasma hanya diikuti oleh calon pengurus Rohis 28.
Saat kami menjadi peserta Plasma, kami digembleng sedemikian rupa oleh para pengurus Rohis 28 dan juga kakak-kakak alumni untuk siap menghadapi tantangan dan kuat menjalankan program-program Rohis 28 yang memang sangat banyak jumlahnya. Terlebih, mayoritas dari kami mengikuti lebih dari satu kegiatan ekstrakurikuler. Tentu kami dituntut untuk memiliki manajemen waktu dan organisasi yang baik.
Di acara Plasma ini, kami diajarkan untuk bisa bekerja sama dalam tim. Simulasi dan permainan yang dijalani oleh kami pun sangat menantang. Bahkan, beberapa kelompok harus merasakan tersasar di hutan karena salah memilih jalan untuk ke pos outbond berikutnya. Kelompok saya salah satunya.
Kalau diingat-ingat, rasanya keberanian kami begitu besar saat itu. Terpeleset di jalanan hutan yang licin, lintah yang masuk ke baju atau sepatu, dan kaki yang tertusuk duri tidak menjadi rintangan. Kami saling berpegangan tangan (sesama akhwat tentunya-red) dan saling memperingati satu sama lain untuk berhati-hati dalam melangkah. Benar-benar pengalaman yang tak terlupakan.
Saat waktu makan, untuk pertama kalinya, kami merasakan makan bersama di satu nampan besar. Makanannya pun dimasak sendiri oleh pengurus dan kakak-kakak alumni. Wah, pokoknya terasa sekali kebersamaannya.
4.Belajar Memasak, Belajar Kreatif dan Mandiri
Program dan kegiatan Rohis 28 sangat banyak. Tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam setiap kegiatannya. Kami sebagai pengurus harus bisa mengakali kebutuhan dana agar bisa tercukupi.
Di acara Tafakur Alam misalnya. Pengurus akhwat memutuskan untuk memasak sendiri seluruh makanan peserta dan panitia acara. Bayangkan, kami harus memasak untuk lebih dari seratus orang. Alhamdulillaah, kami dibantu oleh ibu-ibu guru pembina yang mendampingi kami selama acara. Bu Guru lah yang mengajarkan kami cara memasak nasi goreng, sayur asem, dan lauk-pauk lainnya.
Di sinilah momen belajar kami. Walaupun nasi goreng yang kami masak masih keasinan, pun kerupuk yang kami goreng banyak yang alot, kami tetap gembira (karena lapar, masakan apapun jadi enak rasanya 😀 ).
5.Kakak Kelas dan Alumni yang Super Baik
Selama di Rohis 28, kami banyak dibantu oleh kakak kelas. Meskipun mereka seharusnya sudah harus fokus dengan Ujian Nasional dan ujian masuk PTN, mereka tetap dengan senang hati membimbing dan membantu kami. Mendekati pekan ulangan, biasanya mereka akan meminjami kami bank soal yang mereka punya untuk difotokopi. Dari bank soal itu, kami bisa belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian. Jika waktu mereka senggang, mereka juga mengajari kami materi-materi yang belum kami pahami.
Tak hanya kakak kelas, kakak-kakak alumni juga sering membantu kami dalam hal akademis maupun organisasi. Biasanya sepekan sekali kakak alumni membersamai kami saat mentoring. Menjadi teman curhat sekaligus teman yang mengingatkan dalam kebaikan.
Dulu ketika aplikasi chatting online belum sepopuler sekarang, kami membuat jaringan komunikasi (jarkom) via SMS untuk membangunkan salat tahajud di sepertiga malam terakhir. Jarkom ini juga biasanya digunakan untuk menyampaikan kalimat-kalimat motivasi ataupun cuplikan ayat Al-Qur’an dan Hadits.
Suri tauladan yang baik dari kakak-kakak ini lah yang membuat kami ingin melakukan hal yang serupa. Kami ingin membalas budi baik mereka dengan membantu dan membimbing adik-adik kelas kami di 28 dengan kemampuan terbaik kami 🙂
Kalau kalian, apa hal yang dirindukan dari Rohis 28 versi angkatan kalian? 🙂
(Penulis: Eka Zahnia, angkatan 2008)